Diketahui, perusahan pelat merah itu ditagih Pajak Air Permukaan (PAP) yang sangat drastis oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
dengan tarif industri progresif sebesar Rp1.444/m3, sehingga dalam satu
tahun surat ketetapan pajak daerah (SKPD) lebih dari Rp 500 miliar."Ini perlu dikaji ulang, tidak bisa pemprov Sumut dengan serta
menetapkan pajak tanpa melihat konstalasi dan siklus sebuah perusahaan seperti Inalum, apalagi ini perusahaan BUMN," kata Pengacara Acong Latif kepada wartawan dalam pernyataannya, Jumat (22/4/2016).
Menurut Acong, demikian panggilan akrabnya, persoalan kisruh masalah PAP antara Inalum dengan Pemprov Sumut sangat mendasar, yakni soal perbedaan pandangan mengenai tafsir atas Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2009.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa khusus penetapan harga dasar untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan oleh pembangkit listrik sebesar Rp 75,-/Kwh.
"Nah, kita akan mendudukkan persoalan ini, sehingga pemprov tidak sewenang-wenang dalam menetapkan PAP PT Inalum ini," katanya.
Acong menegaskan, jika PT. Inalum dikategorikan sebagai subjek pajak untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan Air Permukaan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Pergubsu (sebagai pembangkit listrik).
"Maka harga dasar Air Permukaan adalah sebesar Rp 75/Kwh yang berarti dihitung dari Kwh yang dihasilkan dan bukan berdasarkan kubikasi air mengalir untuk golongan industry K-I. Ini yang betul dan berkeadilan," tegasnya.
Untuk itu, pihaknya sudah mengajukan banding ke Pengadilan Pajak untuk meminta keadilan.
"PT. Inalum sudah mendaftarkan permohonan Banding di Pengadilan Pajak Jakarta bulan Desember 2015 dan dan Januari 2016, sekarang tinggal nunggu proses Persidangannya," paparnya.
Menurutnya, langkah PT. Inalum sudah tepat melakukan upaya hukum dalam hal ini permohonan banding di Pengadilan pajak karena Inalum sangat dirugikan dengan adanya surat ketetapan pajak daerah sekitar 500 miliar pertahunnya.
"Kalau PT. Inalum tidak melakukan upaya hukum, perusahaan BUMN tersebut tidak mampu karena sangat memberatkan dan bisa bangkrut, ya kalau Inalum bangkrut negara ini juga ikut bangkrut," ujarnya.
Kiprah Inalum, lanjut Acong, sebagai perusahaan BUMN sudah berkontribusi kepada bangsa dan negara yang nantinya bisa berdampak ke perekonomian negara juga.
"Maka sebaliknya, jika arogansi pemprov dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi perjalanan Inalum. Atau, bisa bisa terjadi PHK besar-besaran kalau sampai Inalum ini bangkrut.
AGEN BANDARQ
Agen Poker
DOMINO ONLINE
Agen Domino
Judi Poker
Menurut Acong, demikian panggilan akrabnya, persoalan kisruh masalah PAP antara Inalum dengan Pemprov Sumut sangat mendasar, yakni soal perbedaan pandangan mengenai tafsir atas Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2009.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa khusus penetapan harga dasar untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan oleh pembangkit listrik sebesar Rp 75,-/Kwh.
"Nah, kita akan mendudukkan persoalan ini, sehingga pemprov tidak sewenang-wenang dalam menetapkan PAP PT Inalum ini," katanya.
Acong menegaskan, jika PT. Inalum dikategorikan sebagai subjek pajak untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan Air Permukaan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Pergubsu (sebagai pembangkit listrik).
"Maka harga dasar Air Permukaan adalah sebesar Rp 75/Kwh yang berarti dihitung dari Kwh yang dihasilkan dan bukan berdasarkan kubikasi air mengalir untuk golongan industry K-I. Ini yang betul dan berkeadilan," tegasnya.
Untuk itu, pihaknya sudah mengajukan banding ke Pengadilan Pajak untuk meminta keadilan.
"PT. Inalum sudah mendaftarkan permohonan Banding di Pengadilan Pajak Jakarta bulan Desember 2015 dan dan Januari 2016, sekarang tinggal nunggu proses Persidangannya," paparnya.
Menurutnya, langkah PT. Inalum sudah tepat melakukan upaya hukum dalam hal ini permohonan banding di Pengadilan pajak karena Inalum sangat dirugikan dengan adanya surat ketetapan pajak daerah sekitar 500 miliar pertahunnya.
"Kalau PT. Inalum tidak melakukan upaya hukum, perusahaan BUMN tersebut tidak mampu karena sangat memberatkan dan bisa bangkrut, ya kalau Inalum bangkrut negara ini juga ikut bangkrut," ujarnya.
Kiprah Inalum, lanjut Acong, sebagai perusahaan BUMN sudah berkontribusi kepada bangsa dan negara yang nantinya bisa berdampak ke perekonomian negara juga.
"Maka sebaliknya, jika arogansi pemprov dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi perjalanan Inalum. Atau, bisa bisa terjadi PHK besar-besaran kalau sampai Inalum ini bangkrut.
No comments:
Post a Comment