Samadikun diketahui diboyong dari Shanghai, China oleh Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutiyoso
menggunakan pesawat jet sewaan, dan disambut Jaksa Agung HM Prasetyo
saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Cawang, Jakarta Timur, Kamis
(21/4/2016) malam.
"Ya memang agak aneh cara pejabat Indonesia menjemput Samadikun Hartono, dibilang buron, tapi kayang orang pulang piknik," kata Fahri kepada wartawan di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Minggu (24/4/2016).
Seharusnya kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, semua orang diperlakukan sama di depan hukum.
"Mau dia kaya, miskin. Kalau dia diduga melakukan tindakan kriminal, maka negara mengambil sikap yang sama. Jadi tidak boleh ada pengecualian, tapi kalau ini, saya lihat pekabat-pejabat yang menjemput itu kayak menjemput seorang capres atau apa," katanya.
Seorang pejabat negara kata Fahri tidak selayaknya berlaku seperti itu. Apalagi sengaja mengambil panggung.
"Kurang pas caranya karena waktu dulu menjemput Nazaruddin diborgol di depan, harusnya sama, apa bedanya Nazaruddin sama Samadikun," kata Fahri.Pelaku pengemplangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, harus mengembalikan uang negara sebesar sekitar Rp 169 miliar pada 13 tahun lalu, dan menjalani hukuman empat tahun penjara.
Bukannya mengembalikan uang curiannya, ia justru memilih kabur ke luar negri menghindari segala tanggungjawabnya. Kini setelah Samadikun tertangkap, uang yang harus ia kembalikan seharusnya lebih dari itu.
Kordinator Advokasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi, menilai tidak adil bila Samamdikun hanya dimintai uang Rp 169 miliar, setelah 13 tahun. Negara seharusnya merampas lebih dari itu.
"Ini kan pasti diolah uangnya sama dia, pasti lebih dari itu," ujar Apung kepada wartawan, di kantor Kompas Jakarta Selatan, Minggu (24/4/2016).
Ia mengaku yakin sebagai seorang pengusaha, Samadikun tidak hanya berpangku tangan selama kabur. Uang Rp 169 miliar itu pasti diinvestasikan, dan setelah 13 tahun dapat dipastikan keuntungn yang didapat sang koruptor sudah lebih dari Rp 169 miliar.
Cara paling mudah menghitung uang yang harus dikembalikan Samadikun, adalah membandingkannya dengan kurs dollar Amerika Serikat (AS) 13 tahun lalu. Berapa dollar AS yang didapat dengan menukarkan Rp 169 miliar. Lalu jumlah tersebut dirupiahkan dengan kurs saat ini.
"Atau yang lebih efektif itu ya dibuka kasus baru, dia kan harus balikin duit negara tapi kan kabur, ya harus dihukum," terangnya.
Walaupun kasus korupsi Samadikun sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, penegak hukum masih bisa menjerat Samadikun dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Harus dilacak asetnya di luar negri, aset yang tidak bisa dibuktikan bahwa aset itu dibeli dengan uang sah, harus disita negara," jelasnya.
AGEN BANDARQ
Agen Poker
DOMINO ONLINE
Agen Domino
Judi Poker
"Ya memang agak aneh cara pejabat Indonesia menjemput Samadikun Hartono, dibilang buron, tapi kayang orang pulang piknik," kata Fahri kepada wartawan di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Minggu (24/4/2016).
Seharusnya kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, semua orang diperlakukan sama di depan hukum.
"Mau dia kaya, miskin. Kalau dia diduga melakukan tindakan kriminal, maka negara mengambil sikap yang sama. Jadi tidak boleh ada pengecualian, tapi kalau ini, saya lihat pekabat-pejabat yang menjemput itu kayak menjemput seorang capres atau apa," katanya.
Seorang pejabat negara kata Fahri tidak selayaknya berlaku seperti itu. Apalagi sengaja mengambil panggung.
"Kurang pas caranya karena waktu dulu menjemput Nazaruddin diborgol di depan, harusnya sama, apa bedanya Nazaruddin sama Samadikun," kata Fahri.Pelaku pengemplangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, harus mengembalikan uang negara sebesar sekitar Rp 169 miliar pada 13 tahun lalu, dan menjalani hukuman empat tahun penjara.
Bukannya mengembalikan uang curiannya, ia justru memilih kabur ke luar negri menghindari segala tanggungjawabnya. Kini setelah Samadikun tertangkap, uang yang harus ia kembalikan seharusnya lebih dari itu.
Kordinator Advokasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi, menilai tidak adil bila Samamdikun hanya dimintai uang Rp 169 miliar, setelah 13 tahun. Negara seharusnya merampas lebih dari itu.
"Ini kan pasti diolah uangnya sama dia, pasti lebih dari itu," ujar Apung kepada wartawan, di kantor Kompas Jakarta Selatan, Minggu (24/4/2016).
Ia mengaku yakin sebagai seorang pengusaha, Samadikun tidak hanya berpangku tangan selama kabur. Uang Rp 169 miliar itu pasti diinvestasikan, dan setelah 13 tahun dapat dipastikan keuntungn yang didapat sang koruptor sudah lebih dari Rp 169 miliar.
Cara paling mudah menghitung uang yang harus dikembalikan Samadikun, adalah membandingkannya dengan kurs dollar Amerika Serikat (AS) 13 tahun lalu. Berapa dollar AS yang didapat dengan menukarkan Rp 169 miliar. Lalu jumlah tersebut dirupiahkan dengan kurs saat ini.
"Atau yang lebih efektif itu ya dibuka kasus baru, dia kan harus balikin duit negara tapi kan kabur, ya harus dihukum," terangnya.
Walaupun kasus korupsi Samadikun sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, penegak hukum masih bisa menjerat Samadikun dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Harus dilacak asetnya di luar negri, aset yang tidak bisa dibuktikan bahwa aset itu dibeli dengan uang sah, harus disita negara," jelasnya.
No comments:
Post a Comment